Sukma adalah satu dari segelintir pengrajin Baduy yang masih bertahan melestarikan kain tenun Baduy dengan menggunakan benang pewarna alami.
Ditemui di kediamannya pada Kamis (27/10/2016) pagi di Kampung Cipondok Desa Kanekes Kabupaten Lebak, Sukma dengan terbuka memaparkan setiap bahan dari pewarna alami berikut dengan proses dari tahapan-tahapan pewarnaan benang.
Bahan-bahan pewarna alami diambil dari tanaman-tanaman yang relatif mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Semisal untuk mencari pewarnaan biru dapat diambil dari daun tarum (indigo), abu-abu dari daun jawer kotok, kuning dari daun puteri malu, hitam dari kulit pohon tunjung atau dari karat besi tua, coklat dari kulit mahoni, merah dari akar pohon mengkudu, coklat muda dari kulit pohon jeungjing dan kuning gading dari kulit pohon rengrang
Sementara untuk proses pengolahannya, daun atau kulit pohon direndam oleh air dingin selama empat jam sembari diaduk-aduk untuk beberapa waktu. Kemudian setelah empat jam dibiarkan untuk proses pengendapan selama kurun lima jam, dan nantinya akan timbul endapan pasta yang terpisah dengan air bening rendaman. Setelah air bening tersebut dibuang, pasta diambil dan siap dijadikan bahan celupan untuk benang katun.
Dari 15 kg daun tarum yang direndam, dapat menghasilkan endapan pasta warna biru sebanyak 1 kg. Sedangkan untuk 1 kg pasta warna kuning gading atau coklat muda membutuhkan 3-4 Kg kulit pohon reungrang atau jeungjing. Dua bahan pewarna alami yang disebutkan terakhir termasuk pada jenis pohon yang cukup langka karena hanya dapat ditemukan di kawasan hutan Baduy Dalam. Untuk pasta-pasta tersebut terkadang ada orang yang membutuhkannya sebagai bahan praktik pewarnaan kain, dan Sukma menjualnya dengan harga Rp.70.000/Kg pasta untuk semua jenis warna.
Berlanjut pada proses berikutnya, pencelupan benang dengan menggunakan pasta pewarna alami memakan waktu selama satu minggu, dan setiap harinya minimal lima kali benang diangkat untuk dijemur beberapa menit dan kemudian dimasukan kembali pada wadah pencelupan. Setelah satu minggu proses pencelupan, warna pada benang agar tetap bertahan “dikunci” oleh bilasan cuka atau air kapur.
Ia menjual untuk 1 Kg benang warna alami dibanderol harga Rp.150.000, sementara untuk harga satu kain tenun warna alami dijual pada kisaran nominal Rp.800.000 sd 1 juta.
Sukma mengaku untuk mendapatkan keahlian yang “langka” tersebut dirinya belajar selama satu tahun dari para sesepuh pengrajin Baduy, dan baru dua tahun terakhir menggarap usaha kerajinan kain tenun Baduy warna alami. Berkat keahliannya tersebut Sukma kerap diundang oleh awak media ke berbagai acara on air televisi atau off air di beberapa tempat. Sukma tetap bertekad untuk bertahan dari derasnya modernisasi benang yang menggunakan pewarnaan kimia pabrikan.
“Abdi mah bakal tetep ngagunakeun benang-benang warna alami, mempertahankeun warisan sesepuh, supaya ka-khasan kain tenun Baduy nu saenyana (warna alami) ulah neupi ka punah” ujar Sukma.
Disinggung terkait acara Festival Baduy yang akan diselenggarakan pada 4-6 November 2016 mendatang yang salah satunya mengangkat tema besar publikasi kain tenun khas Baduy, Sukma berharap acara tersebut menjadi momentum untuk semakain dikenalnya keberadaan kain tenun Baduy sebagai salah satu kekayaan khazanah budaya bangsa Indonesia, di samping sebagai pengrajin juga berharap peningkatan pada pemasaran.
“Mudah-mudahan ku ayana Festival Baduy, kain tenun Baduy bisa leuwih dikenal luas di masyarakat jeung bisa naekkan pamasaranna,” pungkas Sukma.
(Kontributor&Photo : Zaini)
(Kontributor&Photo : Zaini)
0 comments:
Posting Komentar